Our social:

Senin, 31 Maret 2014

Program BPJS , Program yang Buat Pekerja Jadi Sengsara


Entah apa yang ada dalam pikiran pembuat kebijakan mengenai pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS), 
apakah benar mereka tulus untuk memperbaiki layanan kesehatan kepada semua lapisan masyarakat Indonesia ataukah ada 
.... ahh itu mungkin pikiran yang ada dalam benak semua orang yang telah menggunakan layanan BPJS saat ini.

Yang pasti saya sudah pesimis sejak awal dengan program BPJS ini, dari mulai penanganan pendaftaran dan sosialisasi yang tidak profesional, sudah tergambar jelas akan betapa buruk ke depannya pelayanan BPJS ini. Boleh saja pembuat kebijakan program ini begitu berkoar dan membusungkan dadanya, bahwa ini terobosan layanan kesehatan terbaik di Indonesia, sampai-sampai Sang Presiden membuat jargon,            "ini adalah Hadiah untuk bangsa Indonesia". Tapi kata-kata tak seindah yang di terima, sebagai Pekerja yang biasa menggunakan layanan kesehatan JAMSOSTEK, program ini bukannya menambah baik layanan bagi kami malah terjun bebas menjadi layanan terburuk yang pernah kami terima sebagai kaum pekerja.Mungkin bagi kami kepanjangan Program BPJS adalah Program (Bikin Pekerja Jadi Sengsara).

Tak ada lagi pelayanan kesehatan yang nyaris sempurna seperti di era JAMSOSTEK, berbalik 180 derajat apa yang kami terima di era BPJS ini. Berikut ini adalah beberapa fakta yang pelayanan yang buruk program BPJS yang membuat sengsara para pekerja:

1. Pelayanan di tingkat I (Setingkat Klinik Kesehatan)
   - Penebusan resep obat, hampir setiap kali berobat harus menambah biaya resep obat dengan alasan tidak di klaim BPJS
     (padahal obat masih sekelas generik) dan hal ini tidak pernah terjadi di era JAMSOSTEK.

2. Pelayanan fasilitas pendukung (lab atau lainnya)
   - Setelah mendapat rujukan dan diagnosa awal dokter di Faskes (Fasilitas Kesehatan) tingkat I, apa yang kami dapat sungguh
     diluar dugaan, tidak semudah yang kami bayangkan !!!, kami harus membuktikan bahwa kami benar-benar sakit kronis
     dan layak mendapat pelayanan kesehatan di rumah sakit, dan hal itu harus di buktikan dengan hasil lab, rontgen, atau
     data pendukung ...(ribet..), dan rumah sakit bilang hal ini harus di lakukan di pelayanan tingkat I, yaitu melakukan
     pemeriksaan pendukung seperti lab atau lainnya.Sedangkan sudah jelas sekali tidak ada fasilitas kesehatan seperti itu
     di pelayanan kesehatan tingkat I. Akhirnya kami terpaksa balik ke Klinik dan sudah jelas jawabannya tidak ada Fasilitas
     seperti itu di klinik. Sudah bisa di tebak akhirnya kami harus keluar uang sendiri untuk mendapatkan bukti pendukung
     hasil lab atau rontgen. Dan hal ini tidak akan pernah terjadi di era JAMSOSTEK.

3. Pelayanan di rumah sakit rujukan
   - Setelah kami susah payah bolak-balik dan mengeluarkan uang sendiri untuk mendapatkan hasil lab, tiba di rumah sakit
     dan bertemu dokter (yang sangat jelas tidak ramah dan tanpa senyum), dokter rumah sakit meminta kami kembali ke klinik untuk mendapat diagnosa lagi dari dokter klinik
     sesuai dengan data pendukung dan membuat surat rujukan baru. Sungguh hal yang amat jauh dari bayangan kami!!!
     kami hanya bisa bersungut, dan menggerutu sambil beranda-andai (andai saja masih ada jamsostek).

Saya tidak tau apakah pengalaman saya ini juga terjadi pada orang lain, walau saya yakin akan menemui hal yang sama.
Dari informasi saya yang dapat dari kolega dan kerabat, hal ini juga mereka rasakan tidak hanya BPJS tapi pengguna
ASKES,JAMKESDA, juga merasakannya.Dan pelayanan inipun hanya sampai pelayanan rawat jalan, bagaimana pula buruknya
jika sampai pelayanan rawat inap atau sampai ada tindakan operasi pula (tidak dapat pula saya bayangkan).

KESIMPULAN....!!!!

- Pelayanan BPJS amat buruk tidak sebanding dengan pelayanan  yang kami dapatkan dari JAMSOSTEK dalam segala hal.
- Premi pembayaran lebih mahal di banding JAMSOSTEK tapi pelayanan lebih buruk.
- Sangat merugikan pekerja dan pengusaha, karena berkaitan dengan penanganan, waktu, dan kesembuhan dari pekerja  yang berimbas pada produktifitas pekerja.

Saya tidak tahu apakah program BPJS ini bermotif politik atau tidak karena bertepatan dengan tahun politik, atau lepas tangan pemerintah dari beban pelayanan kesehatan untuk masyarakat miskin, karena semua yang ikut BPJS pun harus membayar premi, tidak terkecuali untuk JAMKESDA yang di bayarkan PEMDA. Akhirnya kita cuma bisa berdoa semoga masa kelam ini segera berakhir.









1 komentar:

  1. Namanya juga Program baru,... Tentu masih banyak kekurangan di sana-sini. Terima kasih informasinya Pak Sod.....Semoga kita semua diberikan Kesehatan. Aminn....

    BalasHapus